Sebuah Catatan Praktik Merdeka Belajar Bersama Alam

Setiap pengalaman yang tidak dinilai baik oleh dirinya sendiri ataupun orang lain akan tinggal menjadi sesobek kertas dari buku hidup yang tidak punya makna. Padahal setiap pengalaman tak lain daripada pondasi kehidupan”  (Pramoedya Ananta Toer)

Matahari belum muncul,  sebut saja namanya Aria (14 Tahun) bergegas mempersiapkan diri untuk masuk sekolah. Sekolah yang dituju tergolong sangat unik. Aria belajar di sebuah sekolah dengan konsep alam. Sekolah yang terletak di sebuah lembah di pinggiran kota ini sangat sejuk. Udara segar, burung-burung berkicau, dan semilir angin menemani Aria belajar. “Pagi, Pak! Hari ini kita belajar di ladang atau di workshop kayu?” Aria bertanya kepada saya. Lalu saya jawab “seperti biasa, di kelas dulu untuk diskusi dan evaluasi kemudian kita lanjutkan kegiatan di ladang”. Aria kemudian mengikuti kegiatan siang itu dengan gembira. Ia terlihat lelah setelah bergiat di ladang tapi kegembiraan terpancar dari wajahnya.

Sekolah di Alam Terbuka

Saya tertarik pada sekolah-sekolah yang berbeda dari sekolah pada umumnya. Baik metode maupun hal-hal lain seperti kekhasan, lokasi sekolah, dan keunikan lainnya. Sekolah yang berada di alam terbuka ini salah satu sekolah yang menarik untuk saya. Dengan metode yang diunggulkannya, sekolah-sekolah yang menggunakan alam sebagai tempat belajar kemudian diburu banyak orangtua yang ingin memberikan pendidikan yang menarik untuk anaknya. Sekolah di alam terbuka menjadi salah satu sekolah alternatif yang berkembang di Indonesia. Sekolah-sekolah ini menjadi jawaban atas kakunya sekolah konvensional yang tersekat ruang-ruang belajar. Di sekolah yang menggunakan alam terbuka sebagai arena pendidikannya, ruang belajar hanya dijadikan sebagai pelindung jika musim hujan atau saat panas terik yang akan mengganggu proses belajar.

SMP Sekolah Alam Bandung sedang mengolah tanah pertanian (dok. Iden)

Sekolah di alam terbuka berbeda dengan sekolah bersama alam. Sekolah di alam terbuka biasanya hanya menjadi alam terbuka sebagai sarana belajarnya saja. Sekolah di alam terbuka juga kadang jauh panggang dari api. Belajar tetap jauh dari realita sekitarnya. Misalnya materi-materi pelajarannya tetap dari buku paket yang dibagikan guru-gurunya. Alam terbuka hanya pembeda dari sekolah lainnya, tidak menjadi esensi dari proses belajarnya. Hanya memindahkan dari kelas yang kaku menjadi kelas di bawah pohon, di selasar kelas, di lapangan terbuka. Bukan belajar mengamati lingkungan sekitar, belajar menanam tanaman, memelihara tanaman dari mulai kecil sampai besar dan bisa dipanen. Untuk sebuah usaha, saya pikir sekolah di alam tetap menarik jika guru mampu mengolah pembelajarannya.

Belajar Bersama Alam

Sebuah buku yang berjudul Belajar Bersama Alam karya Septriani Murdiani, salah seorang pegiat pendidikan di Sekolah Alam, sangat terang benderang menjelaskan sekolah bersama alam. Saya membaca buku ini berulang-ulang dan tak bosan mempraktikannya di keseharian saya sebagai pegiat pendidikan alternatif bersama anak-anak. Jelas berbeda antara sekolah di alam dengan sekolah bersama alam.

Siswa SMA sedang mengolah kayu (dok. Iden)

Kegiatan keseharian yang berada di alam dijadikan sebagai kunci pembelajaran. Misalnya kegiatan di ladang pertanian dijadikan sebagai rutinitas keseharian anak didik. Membuka lahan, mengukur lahan, dengan melakukan perencanaan terlebih dahulu bersama-sama guru dan anak didik. Jelaslah di sini proses belajar aktif berlangsung. Anak didik dilibatkan secara aktif untuk mengkaji hal yang terjadi dalam setiap kegiatannya.

Demikian juga dengan lembar kerja yang diberikan kepada anak didik. Lembar kerja disesuaikan dengan konteks yang sedang dilakukan. Konten dan konteks sangat berkaitan erat dalam proses pendidikan. Konteksnya adalah pertanian, kontennya hal-hal yang berhubungan dengan pertanian yang disesuaikan dengan kurikulum pendidikan. Misalnya matematika, bisa langsung dalam bentuk aplikasi menghitung luas lahan yang akan ditanamani. Lalu sains, bisa berkaitan erat dengan tumbuhan yang ada di sekitar, hewan yang ada di lokasi, dan lapisan tanah yang bisa ditanami.
Ilmu sosial juga bisa menjadi kajian yang menarik, misalnya mengkaji hubungan antara lingkungan masyarakat sekitar dengan ladang yang ada di sekitar sekolah. Bagaimana masyarakat memanfaatkan lahan tersebut, jenis-jenis tanaman yang ditanam, pemasaran yang dilakukan oleh masyarakat untuk memasarkan hasil tanamnya, dan masih banyak lagi kajian keilmuan yang praktis sebagai bekal pembelajaran bersama alam.

Pembelajaran

Dalam proses penghantaran pembelajaran bersama alam, saya menggunakan pendekatan “Whole To Part” atau dari hal besar kemudian dipecah menjadi hal-hal kecil. Kegiatan-kegiatan inti saya jadikan sebagai pengait untuk bagian-bagian kecilnya. Kegiatan inti di beberapa sekolah disebut sebagai tema. Tema ini dilaksanakan dalam rentang waktu yang panjang. 3 bulan sampai 6 bulan lamanya. Ukuran untuk anak-anak Sekolah Dasar biasanya variatif tergantung kebutuhan dan disesuaikan dengan keadaan sekolah tersebut. Misalnya kegiatan pertanian, kegiatan perkayuan, kegiatan blogging, dan kegiatan lainnya.

Saat kegiatan pertanian atau perkayuan, saya mengajak anak-anak untuk memulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Biasanya di awal-awal pelajaran, brainstorming tidak pernah dilepaskan tentang pembelajaran-pembelajaran yang kelak akan mengikuti kegiatan tersebut. Guru-guru bidang studi lain, saya arahkan untuk mencari kesesuaian antara kegiatan dengan materi yang akan disampaikan. Misalnya materi pelajaran Geografi yang berhubungan dengan kegiatan pertanian, materi Biologi yang berhubungan dengan kegiatan pertanian, dan materi-materi pelajaran lainnya. Tak lupa pembelajaran dibalik pertanian juga diangkat agar anak mampu mengambil pelajaran untuk kehidupannya. Pelajaran kehidupan seperti kesabaran, kejujuran, kebersamaan, keuletan adalah pembelajaran yang utama untuk anak didik.

Demikian juga dengan kegiatan Kemah Kolaborasi yang dilaksanakan di sebuah tempat di luar sekolah. Kemah Kolaborasi tersebut menjadi pengikat tema untuk menarik pelajaran-pelajaran penting yang biasa dilakukan di dalam kelas tetapi kemudian diubah menjadi pelajaran secara langsung di alam terbuka. Misalnya belajar tentang Sejarah, Sosiologi, Kimia, Biologi, dan lain-lain.
Nah dua contoh di atas adalah bentuk praktik-praktik pembelajaran di alam terbuka sebagai salah satu contoh kegiatan Belajar Bersama Alam. Pengembangan di luar masih banyak lagi contoh-contoh yang dikembangkan. Terpenting dalam semua itu adalah pengalaman. Anak-anak mengalami banyak proses pembelajaran lewat pengalaman langsung. Belajar secara langsung lewat praktik tanpa melewatkan teori. Teori tetap disampaikan sebagai penguat praktik pembelajaran. Dengan semangat merdeka belajar, pengalaman di alam terbuka menjadi jalan masuk anak-anak untuk merasakan kemerdekaan belajar yang sesuai dengan kebutuhan bukan lagi sebagai paksaan teori di dalam kelas dengan guru yang terus berceramah.

Aria, anak yang menyapa saya di pagi hari, tidak suka mendengarkan guru yang terlalu banyak menggunakan metode ceramah. Ia lebih suka belajar langsung di alam. Walaupun demikian worksheet bisa ia kerjakan dengan tuntas sebagai pelengkap kegiatan praktik. Pada awal belajar bersama saya, ia belum menangkap inti belajar bersama alam. Setelah saya hantarkan secara perlahan, dengan praktik-praktik dan worksheet, Aria kemudian mampu menangkap pembelajaran bersama alam yang ia lakukan bersama teman-temannya.




Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Sebuah Catatan Praktik Merdeka Belajar Bersama Alam"

  1. Seru sekali sekolahnya, bisa mendekatkan diri dg alam. Maksudnya bisa lebih mengenal alam lalu melindunginya.

    BalasHapus