Bedakan Antara Idealisme Dengan Egoisme


"Love starts when we push aside our ego and make room for someone elseRudolf Steiner

Joni, bukan nama sebenarnya adalah salah satu siswa di sebuah sekolah alternatif. Setiap pagi ia bangun seperti biasa tetapi untuk pergi ke sekolah, dia selalu membuatnya terlambat. Banyak alasan yang ia buat sampai kesimpulannya belum ada kemauan dari dalam dirinya untuk berangkat pagi. Sementara salah satu temannya sebut saja Dzul, ia rajin walaupun pernah sesekali terlambat masuk kelas. Ia bilang sejak sore yang lalu sampai larut malam ia belajar. Ia memang beralasan sangat jelas dengan keterlambatannya bergabung di kelas. Kedua contoh di atas adalah kisah sehari-hari yang membuat saya merasa perlu menjadikannya sebagai bahan untuk dikaji.

Pada beberapa kesempatan diskusi di dalam kelas muncul kecenderungan orang-orang seperti Joni dan Dzul. Kedua memiliki latar belakang unik, berdasarkan idealisme atau egoisme. Hasil pendidikan adalah perubahan. Ada yang berubah ke arah positif tapi ada juga yang belum berubah. Cenderung stagnan bahkan bisa saja dikatakan mengalami kemunduran. Saya berani katakan demikian karena prosesnya berlangsung lama dan mereka menyadari sepenuh hati bahwa tindakannya itu tidak baik seperti selalu kesiangan, mencari-cari alasan, dan lain-lain. Sekilas hal ini terlihat dalam pengalaman Joni yang dengan sengaja secara terang-terangan dilakukan berulangkali. Belum ada kesadaran dalam dirinya untuk berubah. Terlebih selalu ada alasan yang dibuat untuk kesiangan dalam memulai hari.

Antara Idealisme dengan Egoisme (iden.web.id)

Yang menjadi pertanyaan saya tentu saja proses mengolah informasi dalam dirinya itu. Setiap waktu hampir selama beberapa bulan, ia abai terhadap peringatan dan juga nasihat dari beberapa orang untuk dirinya. Ia merasa bahwa keputusannya itu sesuai dengan keinginannya. Di sini saya harus menggarisbawahi karena keinginan yang tidak diarahkan pada tujuan baik bisa menjurus kepada perilaku yang tidak baik seperti manipulative dan koruptif. Saya sependapat dengan analisis seorang kawan diskusi bahwa ada kecenderungan orang sering tidak bisa membedakan antara idealisme dengan egoisme. Membedakan antara idealisme dengan egoisme menjadi penting kita ketahui agar tidak terjebak antara keduanya.

Idealisme
“Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda.” Tan Malaka

Saya buka dengan kutipan menarik dari Tan Malaka. Dari sumber yang lain, idealisme adalah sebuah istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz pada awal abad 18. Ia menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, seraya memperlawankan dengan materialisme Epikuros. Istilah Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang yang mental dan ideasional sebagai kunci ke hakikat realitas. Dari abad 17 sampai permulaan abad 20 istilah ini banyak dipakai dalam pengklarifikasian filsafat.

Idealisme berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia di dalam jiwa (Plato), jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan merendahkan hal-hal yang materi dan fisik. Realitas sendiri dijelaskan dengan gejala-gejala psikis, roh, budi, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi.

Pengaruh idealisme tidak hanya terbatas pada tingkat individu, tapi juga hingga ke tingkat negara. Nilai-nilai idealisme yang mempengaruhi individu contohnya adalah keyakinan mengenai pola hidup, nilai-nilai kebenaran, gaya mengasuh anak, karir dan lain sebagainya. Sedangkan idealisme pada tingkatan negara adalah seperti Ideologi Pancasila, komunisme, liberalism dan masih banyak lagi.
Dalam dunia sastra, terdapat aliran idealisme juga, misalnya sebuah cerita, di dalamnya terdapat pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Berdasarkan pesan-pesan itu, seseorang dapat menganalisis tentang pandangan penulis. Idealisme yang dikemukakan terkait dengan tema cerita, misalnya tema yang berhubungan dengan cinta, perjuangan, dan pembangunan masa depan. Ada dua bentuk idealisme: yaitu idealisme aktif, yaitu idealisme yang melahirkan insipirasi-inspirasi baru yang bisa dilakukan dalam realitas, sedangkan idealisme pasif adalah idealisme yang hanya semu, tidak pernah bisa diwujudkan, bersifat utopis saja.

Dari pengertian di atas, jelaslah bahwa idealisme menjadi semacam pendorong seseorang untuk melakukan, mengejar cita-cita ideal yang sudah ada ada dirinya. Ia akan berusaha sekuat tenaga melakukan hal yang sudah menjadi dorongan hidupnya. Ia butuh ini tapi harus berhasil menyeimbangkannya dengan sisi yang lain. Bisi terjebak dalam hal yang utopis kemudian menjadi tekanan terhadap dirinya sehingga muncul gejala tidak baik dalam tubuhnya seperti stress, depresi saat mengalami kegagalan karena belum mencapai hal ideal dalam kehidupannya.

Untuk contoh yang ternyata tidak baik ini adalah idealisme Adolf Hitler. Dengan keyakinannya atas buruknya kaum Yahudi dan Komunisme, dia bisa menjadi penguasa Eropa dan membinasakan kaum Yahudi dan Komunis. Padahal ketika zamannya ketika itu, korporasi Yahudi dan dominasi politik komunis begitu kental dilingkungannya sehingga pada awal-awal perjuangannya Hitler justru lebih banyak mendapat hinaan dan cemooh ketimbang dukungan. Tentu saja contoh buruk ini jangan ditiru karena justru merupakan kemunduran dalam peradaban manusia.

Egoisme
"Love starts when we push aside our ego and make room for someone elseRudolf Steiner
Berbeda dengan idealisme, egoisme memiliki sudut yang lain dalam sikap. Ia terlihat seperti menyerupai idealisme padahal jika ditelisik lebih dalam, baru kelihatan bahwa itu bukan idealisme. Hanya egoism yang berlindung dibalik idealisme. Hanya usaha manipulative untuk menutup hal lain yang tidak disukai oleh dirinya.

Istilah "egoisme" berasal dari bahasa Yunani yakni ego yang berarti "Diri" atau "Saya", dan -isme, yang digunakan untuk menunjukkan filsafat. Dengan demikian, istilah ini etimologis berhubungan sangat erat dengan egoisme.

Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah "egois". Lawan dari egoisme adalah altruisme.

Hal ini berkaitan erat dengan narsisme, atau "mencintai diri sendiri," dan kecenderungan mungkin untuk berbicara atau menulis tentang diri sendiri dengan rasa sombong dan panjang lebar. Egoisme dapat hidup berdampingan dengan kepentingannya sendiri, bahkan pada saat penolakan orang lain. Sombong adalah sifat yang menggambarkan karakter seseorang yang bertindak untuk memperoleh nilai dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang ia memberikan kepada orang lain. Egoisme sering dilakukan dengan memanfaatkan altruisme, irasionalitas dan kebodohan orang lain, serta memanfaatkan kekuatan diri sendiri dan / atau kecerdikan untuk menipu.

Egoisme berbeda dari altruisme, atau bertindak untuk mendapatkan nilai kurang dari yang diberikan, dan egoisme, keyakinan bahwa nilai-nilai lebih didapatkan dari yang boleh diberikan. Berbagai bentuk "egoisme empiris" bisa sama dengan egoisme, selama nilai manfaat individu diri sendirinya masih dianggap sempurna.

Dari penjelasan di atas, kita harus berhati-hati dengan egoisme ini. Bukan berarti tidak boleh muncul tetapi kadarnya harus bisa diseimbangkan dengan sisi yang lain. Alih-alih mengejar cita-cita tetapi yang ada malah sebuah usaha penghindaran atas kegiatan lain yang tidak disukai. Masalahnya dalam hidup tidak semua bisa berjalan sesuai keinginan kita. Ada saatnya kita harus berkompromi dengan hal-hal yang tidak suka, tidak menyenangkan karena selalu ada hikmah dibalik peristiwa yang tidak sesuai keinginan kita tersebut. Kita bisa terlatih dengan kondisi tidak ideal dengan menurunkan sedikit egoism hanya karena tidak sesuai dengan keinginan kita. (diolah dari berbagai sumber)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Bedakan Antara Idealisme Dengan Egoisme"

Posting Komentar