Mengendalikan Atau Dikendalikan Statistik

 “There are three types of lies -- lies, damn lies, and statistics.” -Benjamin Disraeli



“Jangan mau dibohongi statistik!”. Dulu saya pernah diingatkan dengan kalimat tersebut. Ilmu statistika adalah bagian dari ilmu matematika yang sering digambarkan lewat bagan, grafik, dan kurva. Saya senang banget belajar statistik. Mengolah data, memprediksi, melihat perilaku, mengkaji kemungkinan, dan kajian data lainnya sesuai kebutuhan.

Statistik masuk dalam berbagai aspek kehidupan saat ini terutama yang berhubungan dengan teknologi informasi. Misalnya tanpa sadar sekarang orang dipaksa untuk mengikuti pihak luar yang hendak menggiring ke salah satu tujuan mereka. Baik itu pilihan produk, pilihan calon pemimpin, pilihan menulis, dan pilihan-pilihan lainnya sesuai kepentingan si pembuat pilihan.

Pilihan itu kadang memaksa. Sebagai pengguna, rasanya kita seolah-olah tidak memiliki kehendak untuk menentukan pilihan sendiri. Semua sudah diatur, semua sudah ditentukan.

Di sini saya selalu tidak suka dengan angket atau ketentuan dari orang lain yang menjurus kepada pilihan mereka. Jeleknya lagi, kita tidak bisa melanjutkan ke poin selanjutnya jika pilihan sebelumnya tidak terisi. Mau tidak mau akhirnya harus kita pilih yang paling tidak sesuai. Pilihan tidak sesuai pun adalah tetap sebuah pilihan. Kan ngenes kalau begitu.

Apa yang sekarang terlepas dari statistik? Nyaris tidak ada. Cek saja, pengguna layanan ojek online, pengojeknya, penyedia layanan makanan yang berafiliasi dengan mereka juga dirangkul statistik. Posting foto di media sosial, posting tulisan, lempar komentar, apapun sekarang orang langsung ditelikung oleh statistik.

Gairah untuk terus melakukan dan melakukan itulah yang dikejar oleh penyedia jasa. Rayuan seperti meningkatkan poin, mendapatkan potongan harga, mendapatkan hadiah, mendapatkan cashback, dan lainnya sebagai pendorong agar konsumen makin konsumtif.

Dengan mengikat konsumen pada produknya maka keuntungan akan diraih oleh produsen dengan mudah. Tinggal lihat kurva naik turun, saat kurva turun maka produsen akan naikkan dengan promosi ini itu di sana sini. Promosi harus menggandeng pihak lain. Pihak penyedia jasa promosi.

Jadi yang diuntungkan oleh statistik ini banyak. Bisa jadi sebenarnya adalah strategi marketingnya orang bagian promosi atau agen pemasaran untuk mendapat order dengan menunjukkan grafik menurun pada produsen atau sasaran market mereka.

Konsumen dikelabui juga oleh statistik, misalnya dengan menunjukkan kelemahan konsumen yang jarang membeli, jarang belanja, jarang bepergian lewat statistik tahunan atau bulanan. Kemudian mereka akan diarahkan agar melakukan pembelian supaya dapat bonus, melakukan perjalanan dengan tiket promo, menonton dengan diskon, membeli makanan dengan cashback, dan masih banyak lagi. Jika ditelurusi, ujungnya adalah mengatur perilaku konsumen agar sesuai dengan keinginan penyedia jasa.

Nah, pilihan ada dalam diri kita. Kita yang harus mengendalikan kehendak luar. Mau dikekang oleh kurva, bagan, dan grafik yang naik turun sehingga kita menuruti mereka atau tidak. Mau menjadi pengendali atau dikendalikan oleh yang lain. Saya sih ogah. Tulisan ini juga sebenarnya dikendalikan oleh statistik views, claps, ratio, dan komentar, tapi saya enggan menuruti mereka. Biarkan saja statistik maju dan saya yang mengendalikannya. Statistik cukup sebagai referensi baik untuk kita gunakan sebagaimana mestinya.

Oh iya, yang lain boleh bisa diukur oleh statistik tapi senyuman enggak. "All the statistics in the world can’t measure the warmth of a smile." (Chris Hart).

Kita senyumin saja kalau tiba-tiba ada orang datang minta angket, kasih data tentang diri kita, dan dia seolah-olah sudah tahu banget diri kita.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mengendalikan Atau Dikendalikan Statistik"

Posting Komentar