Majalah Hai Akhirnya Beralih Ke Digital

Satu persatu yang kayaknya sudah bukan lagi satu persatu lagi, media cetak mulai beralih ke digital. Sebelumnya di dalam negeri saya mengingat Sinar Harapan sudah lebih dulu menutup produksinya lalu di luar negeri The Washington Post juga resmi tidak mengeluarkan edisi cetak. Selain The Washington Post ada juga The New York Times, Majalah Newsweek, Reader's Digest, dan The Rocky Mountains News.
Saat ini bisa jadi senjakala buat koran-koran dan majalah cetak. Sudah waktunya mengalihkan ke digital sebelum benar-benar tenggelam dalam kegelapan. Oplah yang menurun, biaya produksi yang semakin tinggi adalah dua hal yang menghantui media masa saat ini. 

Beberapa media yang masih bertahan menyiasati dengan tampilan yang menarik, memangkas ukuran, dan mengurangi produksi. Majalah Hai salah satu contoh media tersebut. Pada awal kehadirannya, majalah remaja tersebut berukuran besar. Setelah beberapa kali bertahan, ukurannya berkurang menjadi sebesar majalah Cita Cinta. Memangkas ukuran tetapi tidak mengubah tampilan chic ala remaja. Tampilan yang 'remaja banget' ini terbukti mampu meraih banyak penggemar muda anak-anak SMA dan SMP bahkan tak jarang juga mahasiswa. 

Saya masih ingat majalah ini menjadi favorit kala SMA yang sangat terbatas karena harus rebutan dengan teman. Masih terbayang dikerubungi banyak siswa di bangku sekolah. Silih berganti membaca karena hanya anak orang yang punya duit lebih yang bisa membeli majalah Hai. Sisanya meminjam atau mengerubungi saat jam istirahat dan disela-sela waktu ketika guru telat datang atau tidak masuk kelas.
Majalah Hai

Kegiatan pekan seni (pensi), cover majalah, zodiak, dan cerita siswa dari sekolah lain adalah hal yang banyak dinantikan. Jangan lupakan kisah selebriti dan boy band dari negeri seberang dengan rambut klimis belah tengah pirang yang digila-gilai sama cewek sekelas.

Era Baru Media

Eno Bening, seorang vlogger Indonesia saat memberikan workshop di Kantor Tempo menceritakan tentang arus era baru media yang tidak bisa dibendung. Besar sekali arusnya sampai media mainstream tidak bisa mengelak untuk turut dalam arus tersebut. Era digital ini semakin membesarkan arus media baru lewat berbagai alternatif. Blog, vlog, dan berbagai jenis media sosia menjadi arus yang besar mengalahkan media utama.

Majalah Hai ke digital dalam salah satu editorial penutup edisi cetak disebutkan mereka butuh ruang yang lebih besar. Media cetak terlalu sempit untuk berkreasi. Hai akhirnya merambah berbagai platform seperti youtube, twitter, facebook, dan website itu sendiri.

Buat saya, langkah majalah Hai ke digital adalah sebuah langkah besar dalam lompatan mengejar arus yang makin besar ini. Bisa jadi ada dua kemungkinan yang besar, mereka sukses atau mereka tidak sukses di arus media baru ini. Kuncinya meraih kembali komunitas  pembaca remaja seperti yang dilakukan dulu kala ketika mereka muncul. Komunitas ini yang harus diikat agar memiliki dan selalu terlibat sebagai pembaca yang membutuhkan kehadiran majalah Hai. 

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Majalah Hai Akhirnya Beralih Ke Digital"

  1. Nice info gan. Sudah saatnya ke e-newspaper, tapi kalo udah ada web berita ga wajib juga e-newspaper.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bener gan, siap-siap meramaikan dunia digital

      Hapus