Semangat, Romantika, dan Bola Volley

"When you do things from your soul, you feel a river moving in you, a joy" (Rumi)


Sebagai anak yang besar di kampung, olah raga populer hanya sepak bola dan bola volley. Belakangan saat memasuki SD kelas 4, saya mengenal olah raga lain yaitu tenis meja. Selain itu ada juga atletik yang diajarkan di sekolah seperti lari estafet, lari jarak pendek, jarak menengah, dan jarak jauh serta loncat tinggi, lompat jauh, lempar lembing, dan tolak peluru. 


Bola Volley tetap yang paling populer. Gegara populer ini impian saya melambung ingin menjadi pemain bola volley profesional. Kampung saya punya klub bola volley yang pemainnya pemuda-pemuda setempat. Mereka berlatih rutin setiap sore. Mulai dari rame-ramean biasa sampai latihan serius layaknya pemain bola volley profesional dilakukan dengan sungguh-sungguh.


Saya hanya melihat dari jauh karena tidak mungkin buat turut serta dalam latihan yang didominasi pemuda-pemuda yang tinggi badannya sudah cukup sekali loncat kemudian melepaskan spike keras ke arah lawan. Sayangnya impian terlanjur melambung tinggi. Saya tetap mengikuti latihan-latihan untuk membentuk fisik. Kalau kerennya sekarang seperti workout dengan barbel dan variasi beban lainnya. 


Sampai sekolah di jenjang SMP, latihan rutin saya lakukan demi sebuah impian. Lari ke sekolah yang jaraknya lebih dari 6 km dari rumah. Setiap minggu pagi, berlari ke bukit naik turun. Push up dan sit up serta scout jump. Sayangnya impian menembus tim utama bola volley kampung saya tetap tidak bisa karena saya pendek dan kalah bersaing dengan mereka yang badannya tinggi. 


Hasil kerja keras selama SMP baru saya rasakan ketika menjadi siswa SMA. Walau tinggi badan saya kalah tapi loncatan saya di atas rata-rata. Awalnya saya mengajukan diri menjadi tosser atau pengumpan pada coach. Coach saya waktu itu sengaja didatangkan dari coach profesional yang biasa melatih tim bola volley DLLAJR. 


Coach bisa melihat dari sudut pandang yang berbeda. Ia tetap memilih saya sebagai spiker. Teman saya yang sudah menjadi atlet PORDA dibikin menjadi andalan tim untuk memancing orang lain dan saya bagian finisher. Setiap kali dia di depan, semua lawan fokus pada dia dan saya bisa lepas dari penjagaan sehingga point demi point bisa kami raih dengan mudah.


Si andalan ini yang sebenarnya membuat saya tidak pede karena badan saya hanya sebahu dia. Persis seperti jadi 'budak satepak' kalau lagi bareng sama dia. 


Nahas, tim ini pada akhirnya harus pecah selepas mengikuti turnamen antar SMA. Saya tidak tahu kelanjutannya karena saya fokus ujian akhir sekolah serta persiapan test masuk perguruan tinggi. 


Kini saya sadar jika keputusan saya pada waktu itu membuat tim berantakan. Masih ingat dalam bayangan saya kala si andalan datang ke kelas kemudian rona mukanya kecewa. Ia marah dan kecewa karena saya dianggap tidak perduli lagi dengan tim.


Di tengah kondisi itu lalu datang lagi siswa baru yang juga atlet dari PORDA. Sayangnya hal ini tidak membuat tim semakin kondusif karena kalah bersaing dengan tim lain. Di sisi yang lain, teman satu angkatan musuh bebuyutan sekolah juga lulus pada tahun itu. Ah saya bersedih saat ini atas kesalahan masa lalu. 

Oh iya, saat kompetisi yang kami ikuti, tim kami gagal menjuarai karena di final kalah sama tim dari salah satu sekolah. Penyebabnya adalah kepedean alias terlalu pede! Merasa akan menang mudah karena di babak penyisihan mereka pernah dikalahkan. 


Petualangan sebagai pebola volley tidak berhenti di situ. Saya masuk tim-tim kota yang bersaing dengan atlet dari PORDA dan sekolah-sekolah lainnya. Hal termanis dalam iklim kompetisi ini adalah saya mengenal banyak musuh di lapangan tapi kemudian menjadi teman di luar lapangan. Kadang musuh-musuh bebuyutan sekolah ini jika di luar seringnya menjadi satu tim. Kami bermain bersama-sama, janjian terlebih dahulu lalu pergi ke lapangan bersama dan main.


Selepas bertahun-tahun saya kembali bermain bola volley di Ciheras. Kampung yang hampir sama dengan kampung kala saya menghabiskan masa kecil. Saya ikut bermain bola volley pantai. Walau hanya beberapa kali, kerinduan pada olah raga ini sedikitnya bisa terobati. Sayangnya, permainan bola volley di Ciheras tidak umum. Peraturannya tidak jelas. 


Bagian libero mendominasi bola-bola ketiga efeknya orang yang tidak kebagian smesh di depan dengan berbagai alasan. Jika saja dilakukan dengan peraturan yang benar, saya yakin permainan akan asyik sekalipun itu bola volley pantai.


Namun saya tetap memahami mereka karena tidak semua orang yang bermain sudah mahir untuk bermain bola volley saat itu. Anggap saja ini hiburan yang dilakukan sungguh-sungguh.


Oh betapa saya sangat merindukan bermain volley kembali. Main volley yuk! 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Semangat, Romantika, dan Bola Volley"

Posting Komentar