Perdebatan Seru Anscombe dan C.S Lewis

"Semua yang kau katakan cukup benar, aku tidak heran. (Tapi) aku akan hidup seperti orang Narnia sebisaku bahkan kalau tidak ada Narnia" C. S Lewis

Dalam tulisan sebelumnya saya menulis bagaimana relasi menarik antara J.R.R Tolkien dengan C.S Lewis. Bagaimana diskusi mereka berdua bisa saling mengisi satu sama lain. Memberi inspirasi pada keduanya dalam setiap karya yang dibikin. Diskusi mereka diadakan dalam kelompok studi sastra, Inklings. Diskusi perihal banyak hal termasuk mitologi, kisah klasik, dan berbagai topik lainnya yang dilakukan secata rutin. 

David Colbert dalam bukunya The Magical World of Narnia menuliskan bahwa seorang perempuan yang berhasil mengalahkan C. S Lewis dalam sebuah ajang debat. Anscombe namanya. Elizabeth Anscombe adalah seorang mahasiswi berusia 21 tahun pada saat itu. Dia adalah sosok yang spesial. Dia perempuan, yang pada saat itu berarti kecerdasannya tidak selalu mendapat penghargaan yang diterima pantas. 

Biasanya Lewis selalu menang dalam debat - setengahnya karena dia bisa mengatakan apa pun yang diperlukan untuk memenangkan argumen. Tapi seperti yang dilukiskan Wilson, "Anscombe lawan yang seimbang bagi Lewis bukan hanya pemikiran tapi juga dalam kepribadian. Sama seperti Lewis, wanita itu juga suka pukul-memukul, karena kekasarannya, selain kesenangan berargumen.... Dia cukup sepadan dalam hal ejekan dan eksploitasi penonton yang biasa dilakukan Lewis kalau sudah terpojok."



Debat C. S Lewis dan Anscombe terjadi di Oxford Socratic Club, yang didirikan untuk mendiskusikan agama. Subjeknya adalah pertanyaan yang dilontarkan Lewis dalam sebuah buku setahun sebelumnya. Miracles adalah upaya untuk membuktikan, dengan argumen filosofis, bahwa keajaiban seperti pekerjaan Tuhan dan kelahiran Kristus adalah kepercayaan logis bukan sekadar iman.

Anscombe tidak menyangkal kepercayaan Lewis pada Tuhan. Dia sendiri punya iman yang kuat. Dia hanya merasa pemikiran dan argumen Lewis tidak jelas. Kebetulan pemikiran dan argumen itu juga menyerang argumen mentor Anscombe, Ludwig Wittgenstein, mungkin filsuf paling berpengaruh di abad itu, dan seseorang yang karyanya bisa Anscombe terangkan jauh lebih baik dari siapa pun. Anscombe menyerang Lewis yang belum pernah kalah dalam debat di Socratic Club.

Kekalahan dalam debat itu ternyata sangat membekas dalam diri Lewis. Lewat seorang temannya, ia mengatakan bahwa selain memalukan dan merasa tidak punya kompetensi dalam berdebat dengan filsuf profesional di bidangnya tapi juga membangkitkan ketakutan tersembunyi dalam diri Lewis, salah satunya rasa takutnya pada wanita. Ia merasakan ketika pahlawan pemberani dalam dirinya kalah, dia menjadi anak kecil, yang dipermalukan dan terguncang karena figur, yang dalam imajinasinya berubah menjadi penyihir.



Dari kekalahan itu akhirnya Lewis merevisi Miracles mengikuti logika Anscombe. Walaupun dia tidak membiarkan masalahnya berhenti. Tahun 1953, dia mempresentasikan makalah pada Socratic Club, yang kemudian diterbitkan sebagai esai "Tentang Kepercayaan yang Keras Kepala". Anscombe mungkin memenangkan argumen logis, tapi Lewis tetap percaya dia benar, bahkan kalau dia tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan dirinya sendiri. 

Salah satu hal yang menarik ini kemudian menjadi kutipan dalam cerita Narnia, "Maaf, Ma'am... Maaf. Semua yang kau katakan cukup benar, aku tidak heran. (Tapi) aku akan hidup seperti orang Narnia sebisaku bahkan kalau tidak ada Narnia".

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Perdebatan Seru Anscombe dan C.S Lewis"

Posting Komentar