Tidak Semua Guru Tidak Semua Murid

"You will not be good teachers if you focus only on what you do and not upon who you are." (Rudolf Steiner)

Tergelitik oleh karya seni ilustrasi yang dibuat oleh Yohanes Tenggara dan Grace Tjahyadi (@dreamslandia ) dalam halaman Warung Sate Kamu dan juga kilasan beberapa berita dalam media online perihal sekolah pada masa pandemi Covid-19. Sekolah boleh tidak ada namun pemelajaran tetap harus ada. Maka pilihan belajar jarak jauh atau belajar di rumah diambil. 


Guru-guru membuat lesson plan pembelajaran selama siswa di rumah. Respon beragam. Mulai dari komplain orang tua, anak yang sulit belajar, guru yang kesulitan mengakses internet, dan lainnya. 

Namun, kondisi ini diapresiasi oleh pembuat cerita bergambar. Ia menuliskan, bahwa sejak pandemi merebak, ada satu kelompok pekerja yang bekerja keras tanpa pamrih, seolah kehidupan tetap berjalan normal seperti sedianya. Mereka adalah para pendidik.


Seperti halnya para petugas medis dan pekerja lainnya di sektor esensial yang harus tetap beroperasi, para pendidik mengalami kesibukan yang luar biasa, khususnya sejak akhir Maret.

Ketika beberapa pekerja lain jam kerjanya berkurang karena pembatasan sosial, para guru malah sebaliknya.

Demikian tulisan yang mengiringi ilustrasi tersebut sangat memukau dalam mengapresiasi peran dan tanggung jawab guru terhadap proses pendidikan di Indonesia.

Tidak Semua Guru 
Iya, tidak semua guru memiliki akses internet yang memadai. Tidak semua guru memiliki kapasitas yang sama dalam menggunakan teknologi. Jangan serta Merta menyalahkan guru jika kondisi seperti ini. 

Coba kita luaskan pandangan kita ke Indonesia yang luasnya 1.905 juta km persegi dengan jumlah pulau berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum, Indonesia tercatat memiliki 17.504 pulau yang di mana 16.056 pulau telah memiliki nama baku di PBB. 


Dari sekian banyak pulau, sekian ribu juta luas Indonesia tersebut, apakah semua mampu mengakses teknologi dengan baik. Apakah jaringan memadai untuk menjangkau sekian banyak pulau yang khusus di sana ada sekolah dasar minimalnya. 

Kita tidak bisa melihat dari sudut pandang Jakarta saja. Kita harus coba lihat ada daerah di luar Jakarta yang butuh kita sentuh. Pembelajaran jarak jauh untuk wilayah perkotaan mungkin tidak akan menjadi masalah. Namun, bergeser saja ke daerah semua berubah. 

Pun dengan muridnya dan orang tua. Tidak semua memiliki kapasitas yang sama dengan Jakarta di mana setiap siswa sudah memegang smartphone minimal untuk mengakses pembelajaran jarak jauh. 




Nun jauh di sebuah daerah di Pangandaran, anak-anak sudah sangat kangen dengan sekolah. Di rumah saja menjadi sangat tidak menyenangkan. Pembelajaran jarak jauh tak bisa menggantikan peran interaksi antar manusia yang mereka butuh pada teman sebayanya. Guru akhirnya memberikan kesempatan belajar langsung dengan menggelar protokol khusus selama pandemi covid-19 ini. 

Buat saya, langkah bijaksana sang guru tersebut patut diapresiasi. Demikian juga seorang pegiat komunitas guru di Kab Bandung yang mendatangi setiap anak di rumahnya demi terjaga semangat belajar dan materi tetap tersampaikan adalah hal yang harus kita apresiasi bersama. 

Saya yakin kondisi ini akan segera berakhir dengan baik. Kita yang mampu bertahan dalam segala kondisi tidak nyaman akan terlahir menjadi manusia yang kuat di kemudian hari. Semoga badai pandemi covid-19 ini segera berakhir dan semua bisa kembali beraktivitas seperti sedia kala. Guru bisa kembali berkumpul dengan anak didiknya dan orang tua bisa bekerja kembali dengan tenang. 

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Tidak Semua Guru Tidak Semua Murid"

  1. Tidak semua guru mengalami nasib yg sama. Terutama guru honor yg belum mampu membeli paket data internet karena gajinya tak cukup utk beli pulsa.

    BalasHapus